Ini untukmu.
Aku tidak pernah benar-benar ingat kapan pertama kali bertemu denganmu. Kenangan pertamaku tentangmu adalah melihatmu duduk di selasar bangunan itu, tempat kita mungkin pertama bertemu, dengan kaos putih lengan pendek yang tak kuingat bergambar apa.
Tapi, aku ingat saat kamu bilang mau mempublikasikan kata-kataku ke seluruh mahasiswa baru di kampusmu. Kata-kata naif yang kuucapkan ala kadarnya, yang bahkan aku tak benar-benar paham esensinya. Tapi kamu menepati janji, dan suatu hari sahabatku bertanya apakah kata-kata yang diterimanya di grup mahasiswa baru itu terinspirasi dariku.
Aku juga ingat sekali pertama kali aku menghubungimu lewat telepon genggam. Rasanya waktu itu bulan puasa, dan aku meneleponmu pagi-pagi sekali. Aku ingat tanganku berkeringat dingin waktu itu. Jantungku berdegup super-cepat, perutku sakit. Tapi waktu itu aku tidak apa-apa, malah sangat bahagia. Kamu tahu tidak, itu pertama kalinya aku menelepon orang lain untuk membangunkannya.
Sekali waktu, kamu pernah mengirimkan pesan padaku, menyuruhku pergi ke luar rumah untuk melihat bulan. Kamu bilang bulannya indah, bulan purnama. Waktu itu aku tersenyum dan segera naik ke lantai tiga, berdiri di antara tali jemuran untuk melihat bulan yang sama. Waktu itu kamu sedang di mana, ya?
Setelah kupikir-pikir, banyak sekali hal yang telah kita lewati bersama. Kita bersama-sama tumbuh menjadi dewasa. Kita tumbuh dengan jutaan rasa, tawa, dan banyak air mata, karena toh hidup tidak melulu bahagia.
Sekarang, banyak hal yang sudah berubah. Mungkin hal-hal lucu tidak sebanyak dulu, mungkin sekarang beban pikiran semakin banyak bertambah. Mungkin, kini perbedaan jarak membuat rindu semakin terasa. Tapi ingatlah, sayang, sekarang kita akan melaluinya sambil bergandengan tangan dan saling menguatkan.
Sebenarnya aku tidak sabar, untuk mengarungi hari-hari seru lagi bersamamu. Membuat kenangan-kenangan lain yang akan aku tuliskan puluhan tahun lagi, sambil tersenyum, dan sambil bersyukur karena Tuhan telah menganugerahkanku lelaki yang sangat lembut hatinya.
Terima kasih ya, sudah membersamaiku selama ini.
Tapi, aku ingat saat kamu bilang mau mempublikasikan kata-kataku ke seluruh mahasiswa baru di kampusmu. Kata-kata naif yang kuucapkan ala kadarnya, yang bahkan aku tak benar-benar paham esensinya. Tapi kamu menepati janji, dan suatu hari sahabatku bertanya apakah kata-kata yang diterimanya di grup mahasiswa baru itu terinspirasi dariku.
Aku juga ingat sekali pertama kali aku menghubungimu lewat telepon genggam. Rasanya waktu itu bulan puasa, dan aku meneleponmu pagi-pagi sekali. Aku ingat tanganku berkeringat dingin waktu itu. Jantungku berdegup super-cepat, perutku sakit. Tapi waktu itu aku tidak apa-apa, malah sangat bahagia. Kamu tahu tidak, itu pertama kalinya aku menelepon orang lain untuk membangunkannya.
Sekali waktu, kamu pernah mengirimkan pesan padaku, menyuruhku pergi ke luar rumah untuk melihat bulan. Kamu bilang bulannya indah, bulan purnama. Waktu itu aku tersenyum dan segera naik ke lantai tiga, berdiri di antara tali jemuran untuk melihat bulan yang sama. Waktu itu kamu sedang di mana, ya?
Setelah kupikir-pikir, banyak sekali hal yang telah kita lewati bersama. Kita bersama-sama tumbuh menjadi dewasa. Kita tumbuh dengan jutaan rasa, tawa, dan banyak air mata, karena toh hidup tidak melulu bahagia.
Sekarang, banyak hal yang sudah berubah. Mungkin hal-hal lucu tidak sebanyak dulu, mungkin sekarang beban pikiran semakin banyak bertambah. Mungkin, kini perbedaan jarak membuat rindu semakin terasa. Tapi ingatlah, sayang, sekarang kita akan melaluinya sambil bergandengan tangan dan saling menguatkan.
Sebenarnya aku tidak sabar, untuk mengarungi hari-hari seru lagi bersamamu. Membuat kenangan-kenangan lain yang akan aku tuliskan puluhan tahun lagi, sambil tersenyum, dan sambil bersyukur karena Tuhan telah menganugerahkanku lelaki yang sangat lembut hatinya.
Terima kasih ya, sudah membersamaiku selama ini.
Comments
Post a Comment